Langsung ke konten utama

hello again

sudah hampir memasuki bulan ke sepuluh, lama juga tak menulis.
hai, bagaimana kabarmu? semoga tetap baik-baik saja.

kabar terbaru dariku, akhirnya teman baikku telah menyelesaikan studinya di jurusan hubungan internasional, di salah satu universitas di jakarta. bangga sekali aku padanya. sayang saat dia sidang, aku tak dapat datang ke tempatnya karena saat itu adalah hari kerja dan di jam kerja. tapi aku sempat menelponnya sebelum waktu ia akan bertarung menghadapi dosen-dosen pembimbing disana. syukurlah ia diberikan kemudahan meski ia masih menyesali beberapa hal yang menurut ia kurang saat sidang. 

sementara itu aku masih berjuang dalam belajar mandiriku di Universitas Terbuka. Sungguh tak mudah belajar sendiri di sela waktu bekerja. aku tak bisa mengatur waktu ku untuk sekedar membaca. pekerjaanku akhir-akhir ini menyita perhatianku dan seluruh pikiranku. pertimbangan untuk mencari pekerjaan lain pun jadi hal yang menyita waktu untuk di pikirkan.

masalah cinta juga tak kunjung usai. baru beberapa jam yang lalu, salah satu sahabatku menegurku. ia bilang bahwa aku terlalu sibuk dengan pekerjaan. aku tak mengiyakannya, tapi ia langsung saja bilang bahwa aku seharusnya mencari waktu untuk sedikit santai, dan mencari pacar. aku benar-benar tak menyangka anak ini akan langsung bilang begitu. ku kira ia ingin sekedar main bersamaku. satu sisi aku senang ia, yang notabene orang yang ngga banyak ikut campur urusan orang, mengingatkanku tentang hal ini, aku merasa ini adalah sebuah perhatian dari seorang sahabat baik. namun di sisi lain aku menjadi berpikir keras, apa memang aku sudah perlu pendamping walaupun hanya sekedar pacar? siapa yang harus aku jadikan pacar? aku tak sedang berada dalam satu hubungan dekat dengan pria manapun kecuali beberapa sahabatku.

agak kentang sih karena sudah lama ngga nulis, sekarang yang ditulis kayak begini. hmm
maaf ya, paling ngga ngeluarin uneg-uneg biar enak hatinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Bima

Teruntuk, Bima Amartha Putra   Selalu saja keadaan buruk seperti ini yang memaksaku untuk ingat masa lalu. Yang aku ingat, kau suka bernyanyi. Sama sepertiku. Hanya saja kemampuan dan keberanianmu lebih besar ketimbang aku. Dengan gitar kau berdendang tanpa ragu. Aku hanya ikut bersenandung “hmm”. Sepengingatanku, kau pernah jadi pacar temanku. Hubungan yang berlangsung cukup lama dan banyak hal yang terjadi antara kau dan temanku. Putus-nyambung, selalu jadi bumbu. Kau adalah salah satu sahabat dari orang yang pernah cukup dekat dengan ku (sebut saja “mantanku”). Kau mengenalnya lebih dulu daripada aku. Mungkin sebab itu juga kita bisa berteman. Yang aku pernah ingat, tak jarang kita semua bermain di luar jam sekolah. Hanya sekedar nongkrong ala anak abg. Sesekali mengabadikannya lewat foto-foto yang jika dilihat sekarang akan membuat kita berkata, “iuuuuhhh, ini kita dulu?” Kini kau sedang berjuang. Aku tahu kau sedang berjuang. Aku tak pernah cukup dekat unt...

Pergi ke Makassar

Negara seribu pulau adalah salah satu sebutan untuk Indonesia. Memang, karena saking banyaknya pulau yang dimiliki oleh Indonesia. Banyak turis datang untuk berkeliling dan mencari surga-surga tersembunyi di pulau-pulau kecil negara ini. Aku iri. Aku sebagai orang Indonesia justru belum punya kesempatan untuk berkeliling di negeri sendiri. Awal tahun ini, aku bertemu dengan sahabatku, membicarakan impian-impian yang ingin kami capai. Ohya, teman yang satu ini adalah salah satu teman yang selalu memberikan aku semangat untuk terus bermimpi. Bermimpi setinggi-tingginya. Selanjutnya aku melanjutkan perjuangan-perjuangan yang memang harus aku lalui, kadang tak setangguh saat aku memimpikannya. Aku rasa  seringkali aku kurang memaksakan diri untuk hal-hal baik. Semoga belum terlambat untuk mengejar mimpi-mimpi itu. Percakapan semakin seru saat kami membicarakan penulis  dan penyair favorit kami, Aan  Mansyur. Ia berdomisili di bagian timur negara ini, tepatnya di Kota...

Umi..

Ku lihat Wanita paruh baya, sedang bersimpuh di hadapan-Mu. Meminta dengan khusyuk.  Ku lihat wajah sendu, dengan senyum tipis terkembang .  Umi, itulah panggilannya. Panggilan seorang untuk seorang ibu. Ibu yang rela berpisah dengan anak bungsunya demi membantu sepupu dari suaminya, bukan keluarga kandungnya.  Seorang istri yang setia, siap sedia menemani sang suami hingga akhir. Merawat, menemani. "Nining, jangan main-main keluar.", pinta Bapak saat itu. Dengan senang hati, Umi menyanggupinya. Istri yang selalu menyanggupi keinginan suaminya. "ning, saya mau sop daging bening." walau harus berjalan, dilakukan oleh Umi. Aku tak pernah mengerti cinta sejati, tapi cinta yang tulus bisa kulihat dari ibu kandung ku yang baru ku kenal baik beberapa bulan terakhir ini.  Umi, semoga uji bisa menjadi istri dan ibu seperti Umi kelak..