Langsung ke konten utama

Guruku Sayang, Mengapa Begitu?

Apa yang pertama kali kalian pikirkan ketika mengingat masa SD? 
Kenangan masa kecil yang penuh kesenangan, belajar menjadi diri sendiri, masa kebimbangan dalam menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Belajar dengan guru-guru yang manis dan baik hati, dimarahi guru yang galak dan tegas, hanya untuk kebaikan para murid-murid..

Aku menyadari, tempatku mengenyam pendidikan dasar pada saat itu, bukanlah sekolah hebat yang memiliki fasilitas keren seperti sekolah-sekolah swasta. Dulu, lapangan kami bopeng-bopeng, banyak lubang. Ring bola basket  yang berkarat.. Kelas yang disekat kayu-kayu lusuh yang sudah dimakan rayap, meja kursi yang penuh coretan putih, penghapus pulpen. Kami berbagi tempat duduk bertiga saat duduk di kelas satu dan dua. Mengantri untuk masuk kelas di setiap pagi. Rapih. Bahagia. Merasa dicintai.

Tapi hal tersebut tidak dirasakan oleh adikku yang sedang berjuang untuk menghadapi ujian sekolah di SD yang sama dengan masa kecilku. Kini, yang ada hanya tekanan demi tekanan atas percobaan ujian yang dilakukan berkali-kali dalam waktu yang berturut-turut, padat, dilangsungkan bersama ujian praktek. Jadwal acak adut, guru yang kurang mendukung pembelajaran anak-anak, kepala sekolah yang tak ada perhatiannya sama sekali. Guru merasa berkuasa seenak jidat, merasa berjasa tapi merusak. 

Sekolah yang dulu menjadi kebanggan. Kini kebanggaan meluntur menjadi kekecewaan yang mendalam. Keadaan yang tidak menyenangkan, dikarenakan oleh tingkah guru SD yang kelewat batas. Perlakuan guru SD yang tidak mencerminkan seperti pendidik yang punya wibawa. Merasa ingin di hormati, tapi tak menghormati. 

Oh Tuhan, rasanya aku ingin marah sekali mendengar orang tuaku diperlakukan seperti itu oleh orang yang menyebut dirinya sebagai seorang pendidik. Pendidik? Pendidik tahi kucing ! Pendidik yang tak pernah memikirkan keseimbangan psikologi anak-anak muridnya. Pendidik yang hanya mengandalkan kedudukan suaminya sebagai orang pemerintahan di daerah. Pendidik yang tidak tahu sopan santun saat berbicara dengan orangtua murid, yang tidak punya etika?!

Mungkin kalian yang memabaca sebagian juga pernah merasakan seperti itu, atau mungkin tidak percaya ada guru seperti itu. Aku tak bermaksud menghina suatu profesi. Maaf. Tapi guruku dahulu adalah guru yang penuh cinta dan memberika sanksi tegas atas kesalahan, bukan atas ketidaksukaan.

Aku kecewa dengan kualitas pendidik sekolah negeri saat ini, naluri mereka bukan mendidik, naluri mereka terkesan pada tunjangan hari tua yang diiming-iming oleh pekerjaan sebagai PNS. Maafkan aku atas presepsiku ini. Tapi kumohon pada calon guru diluar sana, jangan jadi guru jika kau tak berniat untuk mencerdaskan anak-anak polos itu, jangan jadikan profesi mulia itu tercoreng dengan niat mu untuk memperkaya diri. 

Tolong, bangsa ini butuh kau yang tulus mencerdaskan para penerus. Tolong, bangsa ini butuh rasa cinta yang mendidik. Tolong, pergi jika niatmu tak ingin memperbaiki keadaan ini. Tolong anak-anak tak bersalah itu.....................



Dengan keprihatinan, saya ucapkan terima kasih. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Bima

Teruntuk, Bima Amartha Putra   Selalu saja keadaan buruk seperti ini yang memaksaku untuk ingat masa lalu. Yang aku ingat, kau suka bernyanyi. Sama sepertiku. Hanya saja kemampuan dan keberanianmu lebih besar ketimbang aku. Dengan gitar kau berdendang tanpa ragu. Aku hanya ikut bersenandung “hmm”. Sepengingatanku, kau pernah jadi pacar temanku. Hubungan yang berlangsung cukup lama dan banyak hal yang terjadi antara kau dan temanku. Putus-nyambung, selalu jadi bumbu. Kau adalah salah satu sahabat dari orang yang pernah cukup dekat dengan ku (sebut saja “mantanku”). Kau mengenalnya lebih dulu daripada aku. Mungkin sebab itu juga kita bisa berteman. Yang aku pernah ingat, tak jarang kita semua bermain di luar jam sekolah. Hanya sekedar nongkrong ala anak abg. Sesekali mengabadikannya lewat foto-foto yang jika dilihat sekarang akan membuat kita berkata, “iuuuuhhh, ini kita dulu?” Kini kau sedang berjuang. Aku tahu kau sedang berjuang. Aku tak pernah cukup dekat unt...

Pergi ke Makassar

Negara seribu pulau adalah salah satu sebutan untuk Indonesia. Memang, karena saking banyaknya pulau yang dimiliki oleh Indonesia. Banyak turis datang untuk berkeliling dan mencari surga-surga tersembunyi di pulau-pulau kecil negara ini. Aku iri. Aku sebagai orang Indonesia justru belum punya kesempatan untuk berkeliling di negeri sendiri. Awal tahun ini, aku bertemu dengan sahabatku, membicarakan impian-impian yang ingin kami capai. Ohya, teman yang satu ini adalah salah satu teman yang selalu memberikan aku semangat untuk terus bermimpi. Bermimpi setinggi-tingginya. Selanjutnya aku melanjutkan perjuangan-perjuangan yang memang harus aku lalui, kadang tak setangguh saat aku memimpikannya. Aku rasa  seringkali aku kurang memaksakan diri untuk hal-hal baik. Semoga belum terlambat untuk mengejar mimpi-mimpi itu. Percakapan semakin seru saat kami membicarakan penulis  dan penyair favorit kami, Aan  Mansyur. Ia berdomisili di bagian timur negara ini, tepatnya di Kota...

Hari Kemenangan dan Doa Selamat

7 Agustus 2013 Hujan senantiasa mengguyur malam ini. Menari-nari seraya bergembira menyambut riuh takbir. Aku sambil ikut melantunkan dengan lirih sambil berbaring, membayangkan segala berkah hingga kini. Lalu, tertidur.... 8 Agustus 2013 Gema takbir masih menggema. Sepagi ini semua rumah riuh. Semua bersiap menuju tempat-tempat ramai untuk melaksanakan ibadah di hari kemenangan. Sisa-sisa air hujan masih membekas di jalan-jalan. Bercampur dengan embun wangi basah yang menyejukkan pagi ini. Bahkan sejuk berkah hari ini di rasakan juga oleh mereka di bawah gundukkan tanah yang membubung. Taburan bunga semerbak menyerbu, mengingatkan pada kematian yang tak terelakkan. di sini, di tempatmu bersemayam, di depanmu, aku mohonkan segala doa selamat untukmu. aku haturkan syukur karena hujan semalam membuatmu sejuk di pagi ini. di depan tempatmu bersemayam, aku teteskan airmata. semua karena penyesalanku karena jarang bertemu denganmu. tak sempat melihatmu berbaring nyaman di tempatmu...