Langsung ke konten utama

Uang Ku, Uang Mu, Uang Kita

Bagaimana rasanya melihat orang ngelap keringat dengan uang lima ribuan? Gimana rasanya?! 

Kok saya kesel banget ya ngeliatnya? Masalahnya yang pertama, uangnya masih bagus. Kedua, bapak itu ngelap keringet ngga cuma sekali. Duuh saya tahu, naik angkutan umum tanpa pendingin di jakarta itu nyiksa banget, tapi kan ada saputangan atau semacamnya, kenapa harus ngelap pakai uang? Untung enggak pakai uang limapuluh ribuan, kalo iya pengen nabok rasanya, belagu beneeeer ngelap keringat saja pake duit ~

Heu, apa rasanya jadi kondektur yang menarik ongkos? Menerima uang basah karena keringat, ewww. Ya memang bukan salah bapak-bapak itu mengapa berkeringat, tapi sekali lagi, enggak pakai duit juga kali paaaaak ~ 

Itu lah jeleknya Indonesia, kurang menghargai apa yang sudah ada. Siapa yang tidak suka uang mulus, bagus, masih bau bank, licin (kayak perosotan)? Nah siapa juga yang merusaknya dengan menguwe-uwel uang sampai lecek? Siapa juga yang merusaknya dengan keringat itu? Siapa yang merobeknya lalu diselotip saja begitu? Kita sendiri yang punya uang, ya kan? Kita sendiri yang merusak. Kita yang mengurangi nilai mata uang negara sendiri. Hah, makanya saya suka sedih dapat uang lusuh. Lebih senang menerima uang receh yang bunyi kencreng-kencreng ~


Sudah lah, mari mulai menjaga uang dengan baik, supaya enak juga dilihat dan enggak malu-malu-in.





sumber gambar : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9jsdJys7n1eNO2JlWjF1oBLoUvSFP2IXBqlOQx8jYOnDrnTj3FhNb1u9_OdOsbzuY3juVGVtzKpdfLSkyz2Vj9OjxcgDTxoCZaKbF83cgvlSH79LFOWj61iw1zqj2SCXSFdBZC2TugD8/s1600/3.+mr-krabs.jpg

nb: sebenarnya ini kejadian hari ke 7, tapi karena sudah keburu posting buat hari ke 7 pas dini hari, jadi ini buat hari ke 8 saja deh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Bima

Teruntuk, Bima Amartha Putra   Selalu saja keadaan buruk seperti ini yang memaksaku untuk ingat masa lalu. Yang aku ingat, kau suka bernyanyi. Sama sepertiku. Hanya saja kemampuan dan keberanianmu lebih besar ketimbang aku. Dengan gitar kau berdendang tanpa ragu. Aku hanya ikut bersenandung “hmm”. Sepengingatanku, kau pernah jadi pacar temanku. Hubungan yang berlangsung cukup lama dan banyak hal yang terjadi antara kau dan temanku. Putus-nyambung, selalu jadi bumbu. Kau adalah salah satu sahabat dari orang yang pernah cukup dekat dengan ku (sebut saja “mantanku”). Kau mengenalnya lebih dulu daripada aku. Mungkin sebab itu juga kita bisa berteman. Yang aku pernah ingat, tak jarang kita semua bermain di luar jam sekolah. Hanya sekedar nongkrong ala anak abg. Sesekali mengabadikannya lewat foto-foto yang jika dilihat sekarang akan membuat kita berkata, “iuuuuhhh, ini kita dulu?” Kini kau sedang berjuang. Aku tahu kau sedang berjuang. Aku tak pernah cukup dekat unt...

Pergi ke Makassar

Negara seribu pulau adalah salah satu sebutan untuk Indonesia. Memang, karena saking banyaknya pulau yang dimiliki oleh Indonesia. Banyak turis datang untuk berkeliling dan mencari surga-surga tersembunyi di pulau-pulau kecil negara ini. Aku iri. Aku sebagai orang Indonesia justru belum punya kesempatan untuk berkeliling di negeri sendiri. Awal tahun ini, aku bertemu dengan sahabatku, membicarakan impian-impian yang ingin kami capai. Ohya, teman yang satu ini adalah salah satu teman yang selalu memberikan aku semangat untuk terus bermimpi. Bermimpi setinggi-tingginya. Selanjutnya aku melanjutkan perjuangan-perjuangan yang memang harus aku lalui, kadang tak setangguh saat aku memimpikannya. Aku rasa  seringkali aku kurang memaksakan diri untuk hal-hal baik. Semoga belum terlambat untuk mengejar mimpi-mimpi itu. Percakapan semakin seru saat kami membicarakan penulis  dan penyair favorit kami, Aan  Mansyur. Ia berdomisili di bagian timur negara ini, tepatnya di Kota...

Hari Kemenangan dan Doa Selamat

7 Agustus 2013 Hujan senantiasa mengguyur malam ini. Menari-nari seraya bergembira menyambut riuh takbir. Aku sambil ikut melantunkan dengan lirih sambil berbaring, membayangkan segala berkah hingga kini. Lalu, tertidur.... 8 Agustus 2013 Gema takbir masih menggema. Sepagi ini semua rumah riuh. Semua bersiap menuju tempat-tempat ramai untuk melaksanakan ibadah di hari kemenangan. Sisa-sisa air hujan masih membekas di jalan-jalan. Bercampur dengan embun wangi basah yang menyejukkan pagi ini. Bahkan sejuk berkah hari ini di rasakan juga oleh mereka di bawah gundukkan tanah yang membubung. Taburan bunga semerbak menyerbu, mengingatkan pada kematian yang tak terelakkan. di sini, di tempatmu bersemayam, di depanmu, aku mohonkan segala doa selamat untukmu. aku haturkan syukur karena hujan semalam membuatmu sejuk di pagi ini. di depan tempatmu bersemayam, aku teteskan airmata. semua karena penyesalanku karena jarang bertemu denganmu. tak sempat melihatmu berbaring nyaman di tempatmu...