Ingatanku terbang ke enam tahun yang lalu.
Ketika itu, seragam putih -biru yang kita gunakan. Kau ingat, awalnya kita hanya teman sekelas yang tak pernah bertegur-sapa. Seiring berjalannya waktu, kita berteman. Kau menyukai gadis lain. Gadis itu cantik. Sungguh cantik.
Tapi ternyata aku terpesona oleh mu, entah apa penyebabnya, entah suka dari sebelah mana. Teman-teman kita yang mempertemukan kita di salah satu titik. Itu yang membuat kita pernah bersama.
Kau ingat? Saai itu seragam kita putih-biru. Kita masih piyik. Benar-benar piyik. Masih tak mengerti tujuan bersama, tapi sok tahu ingin bersama. Itu kita, kau ingat?
Entah lah, tapi memang saat itu kau dan aku masih sangat bodoh. Kau yang mau saja membelikanku pulsa secara rutin, menelpon ku. Aku yang sungguh tergila-gila padamu, sampai tak tahu harus melakukan apa saat kau berada di sisiku, yang berujung kekesalan mu karena aku hanya diam tak bicara.
Lalu, kita terpisah saat melanjutkan sekolah yang lebih tinggi. Ternyata hubungan kita tak hanya sampai situ, saat itu kau datang lagi. Mengajakku memulainya kembali. Aku masih saja bodoh. Aku masih saja menggilaimu. Ya, itu benar, aku menggilaimu.
Sampai pada akhirnya kita benar-benar berpisah. Hingga sekarang.
Boleh kah aku merindukan mu? Walau ada gadis cantik yang berada di samping mu sekarang.
Tak apa kah jika aku masih menyayangimu? Walau memang tak seperti dahulu lagi, kali ini konteks keberadaanku berbeda.
Apakah aku pernah membuatmu marah?
Mengapa kau selalu terkesan ketus padaku? Beberapa pesan ku pun tak kau gubris.
Maafkan aku yang tak lagi bisa menyapamu. Aku tak lagi siap menerima keacuhanmu, apalagi ke ketusanmu.
Kau tahu, sejak dulu aku selalu membanggakan hubungan baik kita setelah kita berpisah. Ternyata tak seperti yang ku kira sebelumnya. Ku kira pertemanan kita bisa berlanjut. Kini kau lebih senang membatasi dirimu dariku.
Abang,
aku benar sungguh merindukan kau yang dulu. Tak perlu kau saat putih-biru itu, hanya butuh kau yang memberiku kejutan bersama mereka di hari ulang tahunku yang ke 17. Kau tahu, sekesal-kesalnya aku padamu, aku tak sampai hati untuk sungguh-sungguh membencimu.
Tertanda,
Yang pernah menjadi gadismu.
Komentar
Posting Komentar