Langsung ke konten utama

Ke-tidak-mengerti-an ku

Pergilah, kejar mimpimu, aku akan baik saja

Saat itu hujan turun tak berhenti selama sehari penuh. Gerimis, hujan tak deras, tapi banyak yang jatuh. Saat Itu kau masih saja memelukku, walau kau sudah membiarkan aku untuk pergi, sungguh sangat erat hingga aku bisa menghirup dalam-dalam aroma tubuhmu yang bercampur dengan wewangian favorit mu. 

Aku akan menunggu mu, di sini. Di tempat kita saling berpeluk. Ku nanti kau hingga kau datang lagi. Sungguh aku akan menantimu di sini. 

 Janji mu, terasa manis. Seakan harapan terus bermunculan dari setiap langkah ku yang semakin menjauh. Membuat langkahku semakin ringan mambawa tubuh lunglai ku yang dipenuhi keengganan untuk pergi dari titik temu itu. 


*sebelas tahun kemudian*

Aku melihatmu disana. Ya, Kau menantiku. Kau disana. Kau tepati janjimu. Sungguh kau menepatinya. Berdiri di tengah jalan yang sepanjangnya berjejer pohon Mahoni tua yang menjulang tinggi. Sinar mentari menelusup sela-sala dedaunannya, membuat teduh semakin manis dan hangat.


Tapi disana, kau tak sendiri, kau bersama gadis manis berwajah riang, bertatapan teduh.

Hai, aku menantimu bukan? Aku mambawa tunangan ku. Kenalkan, ini Jingga. 
Jingga, ini Rona, sahabat terbaikku sepanjang hidupku. 

Gadis itu, sungguh terlanjur ramah dan polos. Aku hanya tersenyum getir. Ternyata penantian mu, bukan penantian dalam pengertian ku. Selama ini, aku tak benar-benar mengerti keseluruhannya. Selama ini, aku salah kaprah. Maafkan aku yang tak mencari pengganti atas ke-salah-kaprah-an-ku. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Bima

Teruntuk, Bima Amartha Putra   Selalu saja keadaan buruk seperti ini yang memaksaku untuk ingat masa lalu. Yang aku ingat, kau suka bernyanyi. Sama sepertiku. Hanya saja kemampuan dan keberanianmu lebih besar ketimbang aku. Dengan gitar kau berdendang tanpa ragu. Aku hanya ikut bersenandung “hmm”. Sepengingatanku, kau pernah jadi pacar temanku. Hubungan yang berlangsung cukup lama dan banyak hal yang terjadi antara kau dan temanku. Putus-nyambung, selalu jadi bumbu. Kau adalah salah satu sahabat dari orang yang pernah cukup dekat dengan ku (sebut saja “mantanku”). Kau mengenalnya lebih dulu daripada aku. Mungkin sebab itu juga kita bisa berteman. Yang aku pernah ingat, tak jarang kita semua bermain di luar jam sekolah. Hanya sekedar nongkrong ala anak abg. Sesekali mengabadikannya lewat foto-foto yang jika dilihat sekarang akan membuat kita berkata, “iuuuuhhh, ini kita dulu?” Kini kau sedang berjuang. Aku tahu kau sedang berjuang. Aku tak pernah cukup dekat unt...

Pertemuan (lagi)...

kembali kau bersenda gurau riang. kembali saling mencela. ah betapa senangnya aku melihat wujudmu kembali, setelah hampir sebulan atau dua bulan tak saling jumpa. bahkan, aku memberimu sesuap kue penuh krim itu. hingga mulutmu belepotan oleh krim putih.. rambutmu sudah rapi. terlihat seperti Elvis Presley hihi. sedari sore hari aku harap-harap cemas, apakah benar-benar akan bertemu dengan mu. tapi kau di situ. memang bukan menungguku, tapi kau di situ. tertawa, bergurau, mengeluarkan celoteh-celoteh jenaka yang konyol, bodoh. tapi aku suka :) ah, senang, kau masih seperti biasanya. riang - gembira, penuh kelakar tak berujung. tetap wangi seperti biasanya. tetap rapi seperti biasanya ... semoga waktu bisa mempertemukan kau dan aku kembali yaa.. ceritamu belum lengkap, tuh... selamat malam, Double R

Pergi ke Makassar

Negara seribu pulau adalah salah satu sebutan untuk Indonesia. Memang, karena saking banyaknya pulau yang dimiliki oleh Indonesia. Banyak turis datang untuk berkeliling dan mencari surga-surga tersembunyi di pulau-pulau kecil negara ini. Aku iri. Aku sebagai orang Indonesia justru belum punya kesempatan untuk berkeliling di negeri sendiri. Awal tahun ini, aku bertemu dengan sahabatku, membicarakan impian-impian yang ingin kami capai. Ohya, teman yang satu ini adalah salah satu teman yang selalu memberikan aku semangat untuk terus bermimpi. Bermimpi setinggi-tingginya. Selanjutnya aku melanjutkan perjuangan-perjuangan yang memang harus aku lalui, kadang tak setangguh saat aku memimpikannya. Aku rasa  seringkali aku kurang memaksakan diri untuk hal-hal baik. Semoga belum terlambat untuk mengejar mimpi-mimpi itu. Percakapan semakin seru saat kami membicarakan penulis  dan penyair favorit kami, Aan  Mansyur. Ia berdomisili di bagian timur negara ini, tepatnya di Kota...