Langsung ke konten utama

Bu,

Teruntuk Ibu yang paling hebat dan paling kuat.

Bu, dulu sebelum tahu apa yang sebenarnya, aku selalu saja berpikir tentang kehadiran Ibu. Berpikir apakah yang aku pikirkan tentang Ibu benar atau hanya prasangka ku saja. Nyatanya ada benarnya prasangka itu. Tapi kini, prasangkaku memuncak. Oh Tuhan, benar-benar otak manusia ini. 

Rasanya sedih tak mendapatkan pelukkan hangat darimu lagi, Bu. Rasanya sedih jika harus merasakan kebisuan amarahmu. Selalu begitu ketika aku melakukan hal yang tak kau inginkan. Ibu lebih memilih berbicara dengan yang lain ketimbang berbicara denganku, padahal disaat yang sama hal yang kau butuhkan berada di dekatku. 

Ibu, aku sungguh sedih. Aku tahu tak mudah menjadi orang tua yang baik. Aku mengerti kesulitan yang kau alami. Tapi ku mohon, maafkan kelakuanku. Tolong jangan biarkan aku tenggelam dalam kebisuan mu yang menusuk relung hati ini. 

Bahkan rasanya enggan menceritakan tentang kemarahan mu kepada mereka, teman-temanku. Tapi sungguh aku tak tahan dengan kebisuan mu, bu. Maafkan aku menceritakan mu di tempat seperti ini. 

Memang, mungkin aku yang terlalu mengharap banyak padamu, padahal kau sudah memberikan segalanya. Maafkan aku Ibu, yang tak pernah memberikan mu bantuan yang maksimal untuk merawat rumah ini. 

Maafkan aku ibu. Aku hanya ingin belaian lembutmu. Seperti masa kanak-kanak ku dulu. Jangan beri aku diam mu, sungguh tersiksa diri ini. Sungguh. 

Tertanda, Anak mu yang kau kasihi 
Fauziah


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Bima

Teruntuk, Bima Amartha Putra   Selalu saja keadaan buruk seperti ini yang memaksaku untuk ingat masa lalu. Yang aku ingat, kau suka bernyanyi. Sama sepertiku. Hanya saja kemampuan dan keberanianmu lebih besar ketimbang aku. Dengan gitar kau berdendang tanpa ragu. Aku hanya ikut bersenandung “hmm”. Sepengingatanku, kau pernah jadi pacar temanku. Hubungan yang berlangsung cukup lama dan banyak hal yang terjadi antara kau dan temanku. Putus-nyambung, selalu jadi bumbu. Kau adalah salah satu sahabat dari orang yang pernah cukup dekat dengan ku (sebut saja “mantanku”). Kau mengenalnya lebih dulu daripada aku. Mungkin sebab itu juga kita bisa berteman. Yang aku pernah ingat, tak jarang kita semua bermain di luar jam sekolah. Hanya sekedar nongkrong ala anak abg. Sesekali mengabadikannya lewat foto-foto yang jika dilihat sekarang akan membuat kita berkata, “iuuuuhhh, ini kita dulu?” Kini kau sedang berjuang. Aku tahu kau sedang berjuang. Aku tak pernah cukup dekat unt...

Umi..

Ku lihat Wanita paruh baya, sedang bersimpuh di hadapan-Mu. Meminta dengan khusyuk.  Ku lihat wajah sendu, dengan senyum tipis terkembang .  Umi, itulah panggilannya. Panggilan seorang untuk seorang ibu. Ibu yang rela berpisah dengan anak bungsunya demi membantu sepupu dari suaminya, bukan keluarga kandungnya.  Seorang istri yang setia, siap sedia menemani sang suami hingga akhir. Merawat, menemani. "Nining, jangan main-main keluar.", pinta Bapak saat itu. Dengan senang hati, Umi menyanggupinya. Istri yang selalu menyanggupi keinginan suaminya. "ning, saya mau sop daging bening." walau harus berjalan, dilakukan oleh Umi. Aku tak pernah mengerti cinta sejati, tapi cinta yang tulus bisa kulihat dari ibu kandung ku yang baru ku kenal baik beberapa bulan terakhir ini.  Umi, semoga uji bisa menjadi istri dan ibu seperti Umi kelak..

selamat pagi untuk bunga matahari

semenjak ditinggal olehmu, aku jadi lebih senang menghitung dan mengingat tanggal. aku ingat kapan kamu pergi, kapan kamu terakhir menghubungiku. tapi maaf, soal ulang tahunmu aku masih mengandalkan pengingat di facebook karena dekat ulang tahunmu banyak orang juga yang berulang tahun, jadi aku sering keliru. aku tetap manusia, kan? jadi bagaimana kabarmu? masih betah di persembunyian? atau masih senang menjelajahi negeri indah dengan sepeda-sepeda antik mu? menghirupi udara segar setiap hari. aku sering kali ingin menemanimu. tapi aku tak mampu. aku bisa apa? aku ingin dengar cerita-ceritamu, tapi tak selalu kau ceritakan, sekalipun aku memintanya. aku bisa apa? kamu tahu, bunga matahari sudah tumbuh tinggi di depan jendela kamarku. cantik sekali. apalagi saat ia bersanding dengan matahari. semakin cerah. jadi, padanya kuucapkan salam pagiku setiap harinya. bunga itu yang dulu kamu tanam untukku. katamu, "paling tidak ada yang cerah ketika aku tak disamping...