Langsung ke konten utama

Ibuku, Fondasiku.


Salah satu impianku, kelak memiliki anak yang senang membaca, dan jika  sangat beruntung aku bisa melihat juga tulisan-tulisan indahnya. Aku selalu memperhatikan orang tua dari teman-temanku, yang gemar membaca tentunya, memang cara yang paling ampuh untuk mendidik anak adalah dengan memberi contoh. Sempat aku bertanya pada orang tua teman dekatku, kenapa anaknya bisa sangat tertarik untuk membaca, dan tak salah lagi penyebabnya hanya karena selalu melihat ibunya selalu membawa kertas atau buku untuk dibaca. Sangat jelas, terlihat, semua hampir semua berasal dari sang ibu.

Ah, aku selalu bersyukur memiliki teman-teman yang gemar membaca. Meski tak segemar mereka, tapi aku mulai tertarik menyelami ribuan kata dalam buku-buku yang mereka kenalkan, hingga pada akhirnya aku mulai membuat ceritaku sendiri. Terima kasih kepada Allah SWT, Tuhanku satu-satunya yang masih memberiku kesempatan untuk mengenal teman-teman yang sungguh sangat taat pada-Nya. Aku pun mulai memperhatikan bagaimana kebiasaan yang dilakukan keluarganya untuk taat kepada anak-anaknya. Sekali lagi, karena teladan dari orang tua, bagaimana yang biasa dilakukan orang tua, secara tak langsung akan diikuti oleh anak-anaknya.

Aku sungguh sangat sadar, tak mudah menjadi orang tua yang ideal. Tak mudah jadi orang tua yang baik di mata buah hatinya masing-masing. Tapi selalu menjadi hal yang menyenangkan ketika kelak menemukan anak yang selama ini kita beri teladan yang baik mampu melakukan hal yang membanggakan, dalam bidang apapun, sekalipun yang tak kita sukai. Pada akhirnya kita bisa menyukai hal tersebut dan bersyukur tak pernah melarangnya.  Dan rasanya kita hanya pembentuk fondasi dari pribadi mereka masing-masing. Bukan sebagai pembentuk masa depan mereka, bagian itu biarkan mereka yang menentukan….



*mungkin terkesan sok tahu, tapi aku selalu ingin menjadi Ibu yang tak pernah di benci anaknya, sedetikpun*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Bima

Teruntuk, Bima Amartha Putra   Selalu saja keadaan buruk seperti ini yang memaksaku untuk ingat masa lalu. Yang aku ingat, kau suka bernyanyi. Sama sepertiku. Hanya saja kemampuan dan keberanianmu lebih besar ketimbang aku. Dengan gitar kau berdendang tanpa ragu. Aku hanya ikut bersenandung “hmm”. Sepengingatanku, kau pernah jadi pacar temanku. Hubungan yang berlangsung cukup lama dan banyak hal yang terjadi antara kau dan temanku. Putus-nyambung, selalu jadi bumbu. Kau adalah salah satu sahabat dari orang yang pernah cukup dekat dengan ku (sebut saja “mantanku”). Kau mengenalnya lebih dulu daripada aku. Mungkin sebab itu juga kita bisa berteman. Yang aku pernah ingat, tak jarang kita semua bermain di luar jam sekolah. Hanya sekedar nongkrong ala anak abg. Sesekali mengabadikannya lewat foto-foto yang jika dilihat sekarang akan membuat kita berkata, “iuuuuhhh, ini kita dulu?” Kini kau sedang berjuang. Aku tahu kau sedang berjuang. Aku tak pernah cukup dekat unt...

Pergi ke Makassar

Negara seribu pulau adalah salah satu sebutan untuk Indonesia. Memang, karena saking banyaknya pulau yang dimiliki oleh Indonesia. Banyak turis datang untuk berkeliling dan mencari surga-surga tersembunyi di pulau-pulau kecil negara ini. Aku iri. Aku sebagai orang Indonesia justru belum punya kesempatan untuk berkeliling di negeri sendiri. Awal tahun ini, aku bertemu dengan sahabatku, membicarakan impian-impian yang ingin kami capai. Ohya, teman yang satu ini adalah salah satu teman yang selalu memberikan aku semangat untuk terus bermimpi. Bermimpi setinggi-tingginya. Selanjutnya aku melanjutkan perjuangan-perjuangan yang memang harus aku lalui, kadang tak setangguh saat aku memimpikannya. Aku rasa  seringkali aku kurang memaksakan diri untuk hal-hal baik. Semoga belum terlambat untuk mengejar mimpi-mimpi itu. Percakapan semakin seru saat kami membicarakan penulis  dan penyair favorit kami, Aan  Mansyur. Ia berdomisili di bagian timur negara ini, tepatnya di Kota...

Umi..

Ku lihat Wanita paruh baya, sedang bersimpuh di hadapan-Mu. Meminta dengan khusyuk.  Ku lihat wajah sendu, dengan senyum tipis terkembang .  Umi, itulah panggilannya. Panggilan seorang untuk seorang ibu. Ibu yang rela berpisah dengan anak bungsunya demi membantu sepupu dari suaminya, bukan keluarga kandungnya.  Seorang istri yang setia, siap sedia menemani sang suami hingga akhir. Merawat, menemani. "Nining, jangan main-main keluar.", pinta Bapak saat itu. Dengan senang hati, Umi menyanggupinya. Istri yang selalu menyanggupi keinginan suaminya. "ning, saya mau sop daging bening." walau harus berjalan, dilakukan oleh Umi. Aku tak pernah mengerti cinta sejati, tapi cinta yang tulus bisa kulihat dari ibu kandung ku yang baru ku kenal baik beberapa bulan terakhir ini.  Umi, semoga uji bisa menjadi istri dan ibu seperti Umi kelak..