Senja masih saja menyapa dengan hangatnya. Masih menjadi lukisan Tuhan yang paling kita nantikan di setiap hari. Langit kita masih seperti dulu, ketika berbaring bersama menatap kemerahan langit, di rumput hijau. Kita menemukan mimpi-mimpi di setiap gerakkan awan yang bergumpal-gumpal. Janji-janji kita melebur bersama hujan yang meresap perlahan. Kau, aku berjanji untuk saling mengikat diri, di hari dengan senja yang begitu indah, di pekarangan rumahku. Senja manis saat kita remaja, janji kau ucap. Janji untuk kembali dan menemukan hatiku apapun yang terjadi. “aku janji bawa cincin ini lagi, buat kamu. ” “hanya cincin saja?” “baiklah, aku yang akan menyambut jabat tangan ayahmu, ketika itu aku akan berikrar.” Aku hanya tersenyum mendengar Akbar mengatakannya. Saat itu umur kami baru 18 tahun…… *** Rasa-rasanya siang ini matahari sedang gencar mengobral panas. Bahkan awan enggan memayungi jutaan manusia...
dunia mimpi di bulan sendu